Undang – Undang Desa dan implikasinya

Penyusunan Rancangan APBD Tahun 2015 diwarnai oleh sejumlah kebijakan kebijakan yang akan mempengaruhi arah dan kebijakan pembangunan ke depan. Salah satunya adalah di tetapkannya Undang – Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Desa, yang juga telah di tindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang – Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari APBN. Beberapa catatan yang perlu disimak dalam Undang – Undang Desa tersebut, antara lain :

1. Pemilihan kepala desa secara serentak di seluruh wilayah Kabupaten/Kota

Hal ini termaktub dalam pasal 31, melalui UU ini nantinya pemilihan Kepala Desa (Pilkades) dilakukan secara serentak di seluruh wilayah Kabupaten/Kota hal ini sepertinya untuk menyeragamkan dimulainya pemerintahan desa dan untuk menghemat biaya untuk penyelenggaraan Pilkades. Namun demikian Peraturan Pemerintah untuk mengatur hal tersebut masih dibahas oleh pemerintah.

2. Kepala Desa dan perangkat Desa memperoleh penghasilan tetap setiap bulan

Hal ini termaktub dalam pasal 66 ayat 1 dimana Kepala Desa dan perangkatnya memperoleh pengahasilan tetap berupa tunjangan yang berasal dari APBN/APBD. Dengan mendapat gaji yang tetap setiap bulannya diharapkan pemerintah desa mampu bekerja secara sungguh-sungguh untuk mensejahterakan masyarakat Desa tanpa harus memikirkan bagaimana kepala desa untuk menghidupi keluarganya. Meskipun demikian besaran gaji yang diperoleh oleh setiap kepala desa dan perangkatnya masih menunggu pengesahan Peraturan Pemerintah yang smapai saat ini belum ditetapkan.

3. Desa berhak mendapatkan sumber pendapatan.

Hal ini termaktub dalam Pasal 67 ayat 1 butir A. Heru Darmawan (2014) seorang pemerhati masalah pedesaan menyebutkan bahwa melalui Undang-Undang tersebut, setiap desa memperoleh alokasi dana sebesar 10% dari anggaran transfer Pusat ke Daerah yang mulai dilakukan pada RAPBN 2015. Alokasi 10% kepada desa dalam bentuk DAD (Dana Alokasi Desa) tersebut tidak mengurangi besaran anggaran yang ditransfer ke daerah, tetapi bersifat top-up. Jadi jika besaran transfer ke daerah adalah 100%, maka ditambah dengan transfer anggaran desa jumlahnya menjadi 110%. Dalam APBN 2014, transfer pusat ke daerah sebesar 526 triliun, sehingga jika tahun ini DAD diberlakukan maka nilai transfer ke desa adalah sebesar 52,6 triliun rupiah. Dengan besaran seperti itu, maka rata-rata setiap desa di Indonesia yang memiliki jumlah 72 ribu tersebut akan menerima DAD sebesar 800 juta rupiah per tahun. Dana yang dimiliki oleh desa akan semakin besar jika ditambahkan dengan 10% dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Bagi Hasil Daerah (DBH) yang berasal dari Pajak dan Retribusi.

Implikasi

Pemberlakuan UU ini memberikan implikasi yang harus diantisipasi oleh pemerintah desa dan masyarakatnya. Implikasi positifnya adalah dengan dana sebesar itu maka pemerintah desa tidak perlu lagi kesulitan menunggu dana dari pemerintah (yang kadang-kadang entah kapan turunnya) dan bisa langsung merealisasikan usulan pembangunan infrastruktur dan peningkatan perekonomian masyarakatnya.

Implikasi lain yang dikhawatirkan adalah bagaimana tata kelola yang baik (good governance) agar dana yang dikelola ini tidak mendatangkan masalah di kemudian hari. Masalah ini sangat mungkin terjadi mengingat kapasitas penyelenggara desa dalam manajemen keuangan dan anggaran yang harus diakui masih sangat lemah. Alangkah eloknya kita harus menyiapkan sumber daya manusia yang mumpuni untuk mengurusi manajemen keuangan dan anggaran yang baik, jika tidak maka kita akan menyaksikan ribuan penyelenggara desa yang tertangkap oleh penegak hukum menjadi penghuni penjara. Kemungkinan lain adalah semakin panasnya persaingan untuk merebut posisi kepala desa yang jika tidak dapat dikelola dengan baik akan menjadi sumber konflik horizontal di perdesaan.

Hal yang harus diperhatikan dalam perbaikan tata kelola desa adalah soal aset desa, dimana semua infrastruktur yang beradadi desa berupa jalan, jembatan, bangunan bahkan kekayaan alam yang ada di desa harus diinventarisasi dan didaftar sebagai aset desa. Desa dengan demikian tidak hanya memiliki Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB-Des) tetapi juga menyusun Neraca Desa yang diantaranya berisi daftar aset dan nilainya yang dimiliki desa.